Rabu, 12 Mei 2010

Jeratan pajak mencekik rakyat

Indonesia dengan sistem pajaknya semakin buat rakyat tercekik. Apa yang tidak terkena pajak. Mie instan sebagai makanan favorit rakyat kecil terkena pajak, barang-barang kebutuhan pokokpun terkena pajak seperti minyak goreng, tepung, gas, beras, gula, kopi, bahkan korek apipun terkena pajak. Di sisi lain, ada Pajak Penghasilan bagi setiap orang yang bekerja baik pegawai negeri, swasta, maupun buruh. Bagi yang punya rumah juga wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kendati gubug reotpun. Belum lagi, bea cukai, pajak kendaraan bermotor, pajak tidak langsung lainnya yang besarnya bervariasi. Walhasil hampir tidak ada rakyat Indonesia yang dapat lepas dari jeratan pajak. Tanpa disadari rakyat dipaksa membayar paksa, eh ternyata, gaji pejabat pajak yang besar dari duit rakyat ini belum cukup memenuhi hawa nafsu mereka. Pajak yang seharusnya diambil dari orang-orang kaya ini justru diembat sendiri oleh Gayus dan makelar pajak yang lain.
Inilah yang menyebabkan banyak menyebut Indonesia sebagai “Negara Pajak” karena sebagian besar penerimaan negara bersumber dari pajak . Rata-rata kurang lebih 70% penerimaan negara bersumber dari penerimaan perpajakan dan hingga kini setiap tahunnya semakin bertambah. Porsi penerimaan pajak untuk tahun 2009 sebesar Rp. 565,77 triliun atau 97,99% dari target (Okezone, 27/1/2010). Untuk tahun 2010 ini, menurut menteri keuangan Sri Mulyani, target penerimaan negara (lewat pajak) adalah sekitar 742 triliun (jpnn.com, 24/3/2010).
Sebenarnya, negeri ini dapat sejahtera tanpa bergantung kepada pajak yang jelas semakin menjerat leher rakyat. Syaratnya, kepemilikan kekayaan alam dikembalikan kepada rakyat. Ini hanya terjadi jika ada perubahan sistem dari sistem liberal ke sistem Islam. Kedua, hanya orang-orang yang amanah (dapat dipercaya) yang boleh dipilih untuk mengemban amanah tersebut. Kekayaan alam Indonesia cukup melimpah mampu mencukupi kebutuhan negara, tetapi karena hampir semua kekayaan alam tersebut dimiliki asing dan swasta, negara hanya menikmati bagian yang amat kecil. Menyedihkan lagi, aloaksi anggaran negara justru banyak digunakan untuk bayar utang.
Hal inilah sebuah kesalahan yang mendasar akibat digunakannya sistem buatan manusia yaitu sistem kapitalisme yang memuja hawa nafsu di negeri yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini. Maka, tidak ada jalan lain untuk mengubahnya kecuali mengganti sistemnya dengan sistem Islam dari Sang Pencipta manusia.

Jumat, 28 Agustus 2009

guru perlu tahu ! RUU KRR

Al Islam 467] Mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa saat ini DPR sedang menggodok RUU Kesehatan yang baru, menggantikan UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992. RUU Kesehatan yang sudah diproses beberapa tahun lalu itu sedianya akan disahkan menjadi UU September mendatang oleh DPR Periode 2004-2009. Namun, dengan sisa waktu yang tinggal dua bulan lagi, pengesahan UU tersebut kemungkinan bisa disahkan tahun ini, tetapi mungkin juga baru bisa disahkan oleh DPR hasil Pemilu 2009 atau DPR Periode 2009-2014.

Di antara hal penting yang terus didorong-dorong oleh sejumlah kalangan—khususnya para aktivis perempuan—agar masuk dalam RUU Kesehatan yang baru itu adalah ihwal kesehatan reproduksi perempuan. Cedaw Working Group Initiative, misalnya, mengusulkan agar RUU Kesehatan yang baru bisa mengakomodasi kesehatan reproduksi perempuan (TVOne.co.id, 10/7/2009).

Agenda Terselubung

Gagasan di seputar ‘kesehatan reproduksi perempuan’ sebetulnya tidak dilepaskan dari agenda global penjajahan Barat. Upaya untuk mewujudkan gagasan ini adalah langkah lain yang dilakukan Barat yang dimotori AS untuk semakin melemahkan negara-negara berkembang, khususnya negeri-negeri Muslim, dengan cara menekan populasi (jumlah) penduduknya; selain melalui program pembatasan kelahiran melalui program KB, larangan menikah dini, dll.

Jumlah penduduk Indonesia, misalnya, sudah mencapai 238 juta dengan pertumbuhan penduduk pertahun 3,2 juta jiwa. Dengan laju pertumbuhan seperti ini, dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan menyalip jumlah penduduk Amerika Serikat (AS). Negara-negara maju seperti AS memiliki kekhawatiran yang tinggi terhadap laju pertumbuhan penduduk di Dunia Islam seperti Indonesia. Pasalnya, negara-negara maju saat ini mengalami penurunan tingkat pertumbuhan penduduk karena rendahnya angka kelahiran. Akibatnya, penduduk Dunia Islam memiliki hak suara yang lebih tinggi dalam percaturan kelembagaan internasional daripada dunia Barat (Jurnal-ekonomi.org, 2/09/08).

Karena itu, Barat mengembangkan dan menerapkan strategi untuk menekan laju pertumbuhan di Dunia Islam dengan dua strategi: kontrol populasi dan genosida (pembantaian massal) melalui “kesehatan reproduksi”. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Barat, khususnya AS, untuk menghentikan ledakan jumlah penduduk di negeri-negeri Islam adalah sebagai berikut:

Pertama, pada tahun 1960-an telah diungkapkan secara terang-terangan oleh para pemimpin Eropa dan Amerika untuk melakukan ‘pemusnahan total’ terhadap bangsa-bangsa ‘tertentu’ secara bertahap.

Kedua, tahun 1974, atas permintaan Menteri Luar Negeri AS saat itu, Henry Kissinger, AS mengeluarkan dokumen National Security Study Memorandum 200, 1974 (NSSM, 200) yang menggambarkan kebencian dan rencana AS untuk menghabisi kaum Muslim. Intinya, mereka menyebut masalah kelebihan penduduk dunia sebagai “musuh” yang mengancam keamanan nasional Amerika. Dokumen NSSM 200 yang juga disebut Kissinger’s Report itu hingga hari ini tidak pernah dicabut. Penting dicatat, dokumen itu menyebut Indonesia sebagai salah satu dari 13 negara target utama politik depopulasi (pengurangan jumlah penduduk) (hli.org/nssm_200_exposed.html).

Ketiga, pada bulan Mei 1991, pemerintah AS telah mempublikasikan beberapa dokumen rahasia yang isinya berupa pandangan pemerintah AS, bahwa pertambahan penduduk Dunia Ketiga merupakan ancaman bagi kepentingan dan keamanan AS.

Keempat, AS mengandeng PBB (melalui Lembaga UNDP, UNFPA) dan Bank Dunia untuk mengarahkan opini dunia, bahwa “pertumbuhan penduduk adalah sebuah masalah bagi Afrika, Amerika Latin dan Asia”.

Kelima, AS telah menyalurkan dana yang cukup besar untuk mewujudkan dua strategi ini. Dalam suatu laporan USAID dinyatakan, tahun 1965 sampai dengan 1974, AS telah menetapkan anggaran US$ 625 juta untuk kepentingan kontrol populasi. Anggaran yang telah dihabiskan dari tahun 1968 hingga 1995 adalah sejumlah US$ 1,5 miliar. Dana sebesar itu di antaranya digunakan untuk membeli sekaligus mendistribusikan alat kontrasepsi berupa 10,5 juta kondom, 2 juta pil aborsi, lebih dari 73 juta IUD, lebih dari 116 juta tablet vaginal foaming. Semua bantuan itu ditujukan untuk negara-negara yang dinamakannya LCDs/Negara-negara berkembang (baca: Negeri-negeri Muslim). Bantuan itu di antaranya disalurkan melalui UNFPA, WHO, UNICEF, ILO, UNESCO, World Bank, ADB (Tatad, 2008).

Program KB dan Wacana ‘Kesehatan Reproduksi’

Di Indonesia, program pembatasan kelahiran dikenal dengan istilah halus ”Keluarga Berencana (KB)”. Organisasi internasional yang mempelopori KB adalah International Planned Parenthood Federation (IPPF) yang berdiri pada tahun 1952 berpusat di London, terdiri dari delapan negara (di antaranya AS dan Inggris). IPPF membentuk federasi dengan tujuan pemberdayaan perempuan dalam mengakses layanan kontrasepsi. Selanjutnya di Indonesia didirikan sebuah LSM bernama PKBI (Perkumpulan KB Indonesia) pada tanggal 23 Desember 1957 di Jakarta, yang kemudian pada tahun 1967 PKBI menjadi anggota Federasi Keluarga Berencana Internasional (IPPF) yang berkantor pusat di London. PKBI sebagai cabang dari IPPF memiliki kesamaan dari visi dan misinya. Hal ini semakin memperjelas bahwa program KB adalah rekayasa Barat atas negeri Muslim.

Di Indonesia selama program KB dijalankan (1967-2000) kelahiran tercegah mencapai 80 juta, dan diperkirakan hingga tahun 2009 kelahiran tercegah menjadi 100 juta (Syarief, 2009).

Kemudian pada tahun 1994, dengan dihadiri sekitar 180 negara, Barat melalui UNPFA-PBB menyelenggarakan Konferensi ICPD di Kairo. Konferensi ini menghasilkan kesepakatan tentang ‘kesehatan reproduksi’ (Kespro) sebagai salah satu program kesehatan yang harus menjadi prioritas di semua negara di dunia.

Jika kita amati, kesehatan reproduksi yang diusung ICPD tidak sekadar menghendaki adanya kontrol populasi, tetapi juga ‘genosida’ (pembantaian massal). Ini dapat dibuktikan dari arsip tentang rencana Kerja ICPD terkait Kesehatan Reproduksi.

Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang merupakan salah satu unsur Kespro sudah digencarkan sejak diratifikasi pada tahun 1994 dan diresmikan sebagai program Pemerintah pada tahun 2000. Filosofi Pogram KRR adalah remaja harus mendapatkan pengetahuan seksualitas dan Kespro sesuai dengan kerangka kerja ICPD agar remaja tidak melakukan seks bebas dan mengalami berbagai masalah Kespro. Remaja harus mendapat penjelasan tentang perubahan fisik dan psikis remaja; alat kelamin (organ reproduksi), berikut bagaimana proses reproduksi terjadi; kehamilan dan cara pencegahan KTD (Kehamilan Tidak Dikehendaki), ‘aborsi aman’; homo dan lesbi harus diakui sebagai suatu identitas seksual; seks bebas yang ‘aman’; juga info tentang berbagai penyakit menular seksual serta cara pencegahannya (Budiharsana, 2002).

Namun hasilnya, alih-alih reproduksi sehat, yang terjadi justru sebaliknya. Seks bebas yang menjadi pokok pangkal berbagai masalah KRR justru semakin marak dalam kehidupan remaja. Buktinya, terjadi peningkatan persentase remaja yang melakukan seks bebas sebesar 32,7-52,7%. Pada tahun 1992, sebelum ada program KRR, berdasarkan penelitian YKB di 12 kota besar Indonesia, ada 10-31% seks bebas. Lalu pada tahun 2008, setelah 14 tahun KRR digencarkan, meningkat menjadi 62,7% (Hasil survey KPA di 33 propinsi).

Lebih dari itu, KRR tidak lain bentuk kontrol populasi karena:

1. Adanya target penundaan usia perkawinan alias “larangan menikah di usia muda”. Untuk mencegah pasangan usia subur menikah dini (di bawah usia 20 tahun), Pemerintah mengeluarkan program Penundaan Usia Perkawinan (PUP) sebagai bagian dari Program KB Nasional (Sumber: Buku PUP dan Hak-Hak Reproduksi Remaja di Indonesia, BKKBN, Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi, Jakarta,2008).

2. Penggunaan kontrasepsi. Kaum ibu dengan usia 20-35 tahun dianjurkan untuk menjarangkan kehamilan dengan hanya membatasi jumlah anak selama rentang 15 tahun dengan 2 anak (jarak 7-8 tahun). Bahkan pencegahan kehamilan akan tetap dilakukan setelah berusia 35 tahun. Seluruh pencegahan kehamilan diarahkan untuk menggunakan alat kontrasepsi.

Program KRR tidak hanya mengarahkan kontrol populasi, tetapi juga ‘genosida’ (pembantaian massal), karena:

1. Memfasilitasi aborsi (pengguguran kandungan’) meski dikatakan ‘aman’. Dalam konteks KRR, jika seks bebas mengakibatkan terjadi kehamilan tak diinginkan (KTD) maka atas nama hak reproduksi serta terwujudnya mental yang sehat—menurut definisi ICPD—remaja diberi sarana untuk mengakhiri hasil perzinaannya itu dengan aborsi. Di Indonesia, berdasarkan survei KPA tahun 2008, ternyata 25% atau sekitar 7.000.000 remaja yang melakukan seks pranikah itu mengakhiri nyawa janinnya di meja aborsi. Lalu akibat berbagai komplikasi setelah tindakan aborsi, ada sekitar 42.000 remaja putri pelaku seks bebas yang meregang nyawa akibat perbuatan maksiat itu.

2. Memperluas penyebaran penyakit HIV/AIDS. Dalam KRR terdapat anjuran menggunakan kondom untuk seks yang katanya ‘aman’. Padahal kondom tidak bisa mencegah penularan virus HIV/AIDS yang melumpuhkan sistem pertahanan tubuh dan berujung pada kematian. Dengan demikian, memfasilitasi seks bebas sama saja dengan ‘menfasilitasi kematian’. Inilah bukti pembantaian massal’ melalui KRR.

Solusi Islam

Isu ‘ledakan jumlah penduduk’ atau ‘kelebihan populasi’ hanyalah alat yang sangat berguna untuk menjelek-jelekkan negara-negara dengan pertumbuhan penduduk yang besar (baca: negeri-negeri Muslim) dan pada saat yang sama mengurangi risiko berkurangnya pengaruh negara-negara maju di masa datang. Kaum Muslim tentu harus sadar terhadap konspirasi ini. Sebab, jumlah penduduk kaum Muslim yang besar adalah modal potensial untuk membangun SDM yang tangguh dan akan memimpin dunia.

Lagipula banyaknya jumlah penduduk di dunia tidak akan menjadi masalah berarti. Sebab, pada dasarnya Allah SWT menjamin ketersediaan sumberdaya alam ini untuk menopang kehidupan manusia sampai Hari Kiamat (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 22). Yang menjadikan sebagian manusia mengalami kemiskinan atau krisis pangan (kurang gizi/kelaparan) tidak lain karena kerakusan ideologi Kapitalisme Barat. AS, misalnya, hanya memproduksi 8% minyak bumi, namun mengkonsumsi 25% jumlah minyak bumi yang ada dunia. Jumlah penduduk Barat hanya sekitar 20% dari populasi dunia, namun menghabiskan 80% dari produksi pangan dunia. (Jurnal-ekonomi.org, 2/9/08).

Jelas, semua agenda di atas adalah untuk mengekalkan penjajahan AS dan sekutunya atas kaum Muslim. Allah SWT telah menyatakan dengan tegas bahwa penjajahan atas kaum Muslim adalah haram:

﴿وَلَن يَجْعَلَ الَّلهُ لِلْكٰفِرِينَ عَلَى الْمُؤمِنِينَ سَبِيلاً﴾

Allah sekali-kali tidak akan memberi orang-orang kafir jalan untuk memusnahkan orang-orang yang Mukmin (QS an-Nisa’ [4]:141).

Karena itu, kaum Muslim harus melepaskan diri dari penjajahan AS sebagai negara adidaya pengusung utama ideologi Kapitalisme. Satu-satunya jalan untuk bisa keluar dari penjajahan AS adalah dengan menegakkan kembali sistem kehidupan Islam dalam naungan Khilafah Islam. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.

Senin, 11 Mei 2009

Ayo menjadi Cagub untuk menciptakan Pendidikan Berkualitas

Ayo menjadi Cagub untuk menciptakan Pendidikan Berkualitas

Sebagai cagub (calon guru berkualitas), mahasiswa haruslah dapat mempresentasi dengan baik. Presentasi haruslah secara efektif dan inovatif. Cagub yang akan masuk kedalam dunia nyata ke sekolah akan menghadapi berbagai macam masalah salah satunya masih susah dalam mempresentasikan atau menjelaskan kepada siswa agar siswa dapat memahami dan juga menikmati penjelasannya. Seorang cagub haruslah memahami prinsip dasar yang paling penting untuk dilakukan adalah berlatih, berlatih, berlatih, berlatih, dan berlatih untuk terus memperbaiki diri dan meningkatkan valensi. Janganlah berhenti, jika gagal teruskan yakinlah kegagalan adalah merupakan awal dari keberhasilan yang sudah melekat pada pikiran kita tetapi tidak pernah kita pahami. Dave Meir mengungkapkan bahwa belajar berdasarkan aktivitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/ pikiran terlibat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh anak berdiri dan bergerak. Akan tetapi menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan pengunaan semua indra dapat berpengaruh besar terhadap pembelajaran. Pendekatan belajar seperti tersebut dinamakan dengan pendekatan SAVI. Unsur-unsurnya mudah di ingat, yaitu:
1. Somatis : Belajar dengan bergerak dan berbuat
2. Auditori : Belajar dengan berbicara dan mendengar
3. Visual : Belajar dengan mengamati dan menggambarkan
4. Intelektual : Belajar dengan memecahakan masalah dan merenung.
Oleh karena itu bukalah pikiran kita, bukalah sekujur tubuh kita, mata, telinga, mulut, dan kulit kita biarkan mereka untuk memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas berpikir kita. Selain itu, kita juga harus menyadari bahwa siswa memiliki kemampuan seperti itu, maka kita harus memperhatikan somatis, visual, audiotori siswa agar tercipta pembelajaran yang seimbang dan optimal.
Saatnya seorang calon guru melakukan hal-hal positif berikut.
1. Memilih dengan bijak buku-buku yang kita baca
2. Mendengarkan hal-hal hanya yang bersifat positif, semangat dan membesarkan hati
3. Mengatakan hanya hal-hal yang positif dan membangkitkan semangat
4. Melakukan sesuatu yang bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT.
Ketika keempat kita lakukan Insya Allah pikiran kita positif sehingga aktivitas kita juga akan terarah yang positif. Hal itu juga terus menerus kita lakukan akan menjadi kebiasaan yang positif dan akan membawa kita kepada karakter pribadi seorang guru menjadi positif. Tidak salah jika ada pepata guru adalah digugu dan ditiru. Apbila guru menebarkan epos (energi positif) kepada siswanya, maka siswanya pun akan memiliki karakter positif. Jika hal ini dilakukan semua guru di di Indonesia, maka akan tercipta Indonesia yang maju yang melahirkan generasi-generasi yang tangguh yang membawa perubahan dan memiliki keimanan yang kuat.

Seorang calon guru maupun guru haruslah benayak membaca, jika hal tersebut menjadi kebiasaan kita dalam satu bulan kita hanya membaca 4 buku, dalam satu tahum membaca 48 buku, dan selama lima tahun dapat membaca 240 buku. Jika buku-buku tersebut tentang pendidikan, maka kita akan menjadi Doktor pendidikan yang mampu membawa siswa kita menuju keberhasilan.
Agar seorang guru mampu menjelaskan dengan baik kepada siswanya, maka ingatlah 3 P:
1. Poise, artinya kepercayaan diri, ketenangan, dan kredibilitas.
2. Pause, artinya hentian yang tepat, menujukkan penggunaan suara atau olah vokal yang baik
3. Pose, artinya penampilan Anda dihadapan siswa, mimik, dan bahasa tubuh Anda.
Seorang guru haruslah mempersembahkan apapun yang dimilikinya dalam pengabdian dan beribadah kepad Allah Swt sehingga dapat mengajar dengan hati dan amanah, membimbing dengan nurani, mendidik dengan keikhalasan serta menginspirasi dan menyampaikan kebenaran dengan kasih sayang.
Teruslah berkarya teruslah mencerdaskan generasi muda agar tercipta generasi yang mampu membawa perubahan yang hakiki.
Insya Allah.........................

(terinspirasi dari buku Bpk. Faqih Syarif berjudul Untaian Spiritual Motivation)

Indahnya berkoalisi dalam pembelajaran

Indahnya berkoalisi dalam pembelajaran

Guru sebagai subjek pembelajaran memiliki peranan penting dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas. Seorang guru profesional akan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan dapat memotivasi siswa. Seorang guru yang profesional juga dapat menerapkan berbagai strategi pembelajaran agar siswa tidak bosan dengan pengajaran guru. Guru yang profesional akan melahirkan siswa yang baik sebaliknya guru yang korupsi akan melahirkan siswa yang korupsi juga. Siswa sebagai objek pembelajaran membutuhkan motivasi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, motivasi sangatlah penting dimiliki siswa maupun guru. Motivasi sebagai kekuatan mental dalam belajar yaitu berupa perhatian, kemauan atau cita-cita. Kurikulum yang tepat yang menjadi landasan guru mengajar sangatlah berpengaruh dalam diri siswa sebagai proses pencerapan ilmu sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa setiap jenjangnya. Sekolah yang mendukung yaitu menciptakan suasana kondusif dan profesional akan menumbuhkan semangat siswa untuk berangkat ke sekolah dan belajar disana. Negara sebagai komponen terpenting dalam menciptakan pendidikan berkualitas haruslah menyediakan fasilitas-fasilitas sekolah dan juga kurikulum yang tepat. Negara dalam hal ini tidak boleh lepas tangguh jawabnya kepada sekolah. Keluarga dan masyarakat juga harus mendukung untuk terciptanya pendidikan yang berkualitas sehingga seimbang antara yang didapat siswa di sekolah dengan yang didapat siswa di keluarga maupun di masyarakat. Pada setiap komponen tersebut haruslah terdapat penanaman keimanan yang kuat agar melahirkan generasi yang taat yang senantiasi berjuang untuk meriah ridhoNya. Adanya koalisi antara guru, kurikulum, dan juga, sekolah, dan tentunya negara akan dapat menghasilkan generasi-generasi yang unggul yang mampu bersaing di dunia. Keindahan koalisi ini membuat Indonesia dapat menjadi negara maju yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas sehingga tidak ada rakyat yang Indonesia yang menjadi jongos di rumah sendiri seperti Sekarang. Indonesia pun dapat mengelola sumber kekayaannya sendiri tanpa dijual kepada orang lain. Mari kita ubah dunia dengan menelurkan generasi-generasi yang tangguh dan cerdas.

Jumat, 01 Mei 2009

tugas peserta didik tentang religiusitas novel Laila Majnun

Artikel Pendidikan

RELIGIUSITAS DALAM NOVEL “LAILA MAJNUN” KARYA NIZAMI

PENGANTAR
Sastra sebagai karya yang indah dan muncul dari unsur di luar karya sebagai pengungkapan apa yang telah dialami oleh pengarang. Dalam menuangkan karyanya seorang pengarang tidak muncul dari kekosongan. Karya itu hadir dari kreativitas pengarang yang memiliki latar belakang sosial dan agama yang melingkupinya. Sastrawan kadang memasukkan berbagai unsur-unsur yang ada dalam lingkungannya. Seperti unsur religiusitas dalam yang mengungkapkan unsur Tuhan dalam sastranya. Teks-teks sastra adalah teks-teks yang di buat untuk kenikmatan dan membangkitkan perasaan, meskipun mengandung berbagai pengetahuan yang bisa diperoleh dengan berpikir. (An-Nabhani, 2003: 145).
Novel merupakan teks sastra atau karya yang paling detail di masyarakat. Baik masalah ekonomi, politik, pendidikan, budaya, agama, dan sebagainya. Alasan yang dapat dikemukakan diantaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur yag paling lengkap, memiliki media yang paling luas, meyakinkan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat oleh karena itulah dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsif sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris (Ratna, 2004: 335-336). Menurut Najid (2003: 9) karya sastra sebagai refleksi kehidupan akan terus mewakili situasi dan keadaan sekitarnya.
Sebagaimana pendapat di atas novel Laila Majnun ini mengangkat sebuah kisah kehidupan masyarakat di jazirah Arab. Novel Laila Majnun ini berasal dari cerita masyarakat di jazirah Arab yang kemudian diolah dan diungkapkan oleh pengarang sedemikian rupa dengan adanya penambahan-penambahan kreativitas pengarang dalam karya sastra tersebut.
Unsur religiusitas dalam kesususasteraan berarti pengarang ingin memasuki dunia sastra dalam dakwahnya karena penulis biasanya bertujuan untuk dakwah dan berusaha mengajak pembaca untuk kembali kepada hakikat diri setiap manusia bahwa dalam Islam aktivitas yang dilakukan hanyalah untuk mendapat RidhoNya. Penulis menambah unsur kreativitas dalam menulis karyanya untuk memikat pembaca.
Cinta pada manusia ada dua macam yaitu cinta mistik atau rohani dan cinta alami atau kodrati (Hadi, 2004: 142). Cinta Mistik terjadi pada Tuhannya, cinta kodrati tertuju pada sesama manusia dan lingkungan. Bertolak dari teori tersebut, pada hakikatnya, manusia secara fitrah memiliki dua cinta tersebut yaitu cinta kepada Tuhannya dan cinta kepada sesama manusia dan lingkungannya. Seperti tampak pada novel Laila Majnun karya Nizami, sebagai manusia Laila, Majnun, maupun Sayid juga memiliki kedua cinta tersebut. Laila dan Majnun selain mereka berdua cinta kepada sesama tetapi, mereka juga cinta kepada Tuhannya dengan mengingatNya dan senantiasa berdoa kepadaNya. Begitupun Sayid yang memiliki cinta kepada anaknya juga cinta kepada Tuhannya.
Religiusitas lebih melihat aspek yang ”di dalam lubuk hati” riak getaran hati nurani pribadi: sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimitas jiwa, ”du coour” dalam arti paskal yakni cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalam si pribadi manusia dan karena itu pada dasarnya religiusitas mengatasi atau lebih dalam dari agama yang tampak formal, formal resmi. Religiusitas lebih bergerak dalam tatanan paguyuban (gemeinschaft) yang cirinya lebih intim (Mangunwijaya, 1982: 11-12).
Religiusitas bisa dikatakan lebih mengarah kepada ruh dan ruh ini bersemayam dalam diri manusia baik di hati, jiwa, maupun pikiran karena adanya ruh itu. Manusia yang keberadaannya sebagai ciptan Tuhan sebagai aspek rohani yang harus disadari. Pada dasarnya orang yang beragama tertentu karena adanya ruh. Dan ruh itulah yang mengajak orang beragama untuk selalu menaati aturan atau perintah dari ajaran yang diyakininya. Tetapi kenyataannya tidak selalu begitu dapat juga orang menganut agama tertentu karena motivasi jaminan materi atau karier politik, ingin memperoleh jodoh yang beragama lain dari dia atau biasa karena tidak ada pilihan lain: cukup beragama statistik belaka (Mangunwijaya, 1982: 12).
Ruh yang dimaksudkan di atas adalah ruh yang berarti rahasia hidup atau nyawa. Ruh ini adalah sesuatu yang ghoib dan merupakan urusan Tuhan. Manusia bisa hidup karena ada ruh itu. Manusia yang keberadaannya sebagai ciptaan Tuhan merupakan aspek rohani yang harus disadari.

Agama dalam arti luas dapat difefinisikan sebagai penerimaan atas tata cara dari kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia itu sendiri. Naluri beragam secara fitrah sudah ada pada manusia. Karena sifat fitrah juga manusia adalah makhluk terbatas yang lemah dan membutuhkan sesuatu yang lebih agung darinya. Pernyataan tersebut menandakan bahwa manusia makhluk religi dan tidak hanya sekadar beragama. Ismail (1993:136) selalu didapati bahwa setiap manusia sebenarnya beragama semenjak Allah sendiri menciptakannya dan setiap manusia menyembah sesuatu. Ada yang menyembah matahari, planet-planet, api, berhala, atau menyembah Allah SWT.
Hal ini seperti pendapat Mangunwijaya di atas. Meski banyak yang mengaku memiliki agama, namun pada faktanya banyak yang tidak mau menjalankan ajaran agama yang diyakininya. Misalnya, orang yang mengaku beragama islam tetapi ia tidak mau menjalankan shalat, puasa, zakat, dan sebagainya atau orang yang mengaku beragama Kristen tetapi tidak ingin ke gereja.
Berdasarkan uraian di atas, religiusitas berarti mengarah pada manusia yang menghubungkan dia pada ruhnya dan religinya. Manusia pada dasarnya memiliki naluri dalam beragama. Apakah hal itu dapat mempengaruhinya atau tidak bergantung pada individu masing-masing dalam memahami keberadaan sang penciptanya.

LANDASAN TEORI
Menurut Ismail (1993: 134) di dalam diri manusia terdapat potensi hidup (dorongan/semangat) yang senantiasa mendorong melakukan kegiatan serta menuntut pemuasan. Potensi tersebut memiliki dua bentuk manifestasi. Yang pertama menuntut adanya pemenuhan yang bersifat pasti, jika tidak terpenuhi maka manusia dapat binasa. Inilah yang dinamakan kebutuhan jasmaniah (haajatul ’udhuwiyah) seperti makan minum dan membuang hajat. Kedua menuntut adanya pemenuhan saja tetapi tidak dipenuhi manusia tidak akan mati melainkan akan merasa gelisah hingga terpenuhinya kebutuhan tersebut inilah yang dinakan naluri (gharizah). Seperti yang dialami Laila dan Majnun bahwa mereka mengalami kegelisahan karena naluri (gharizah) mempertahankan jenis tidak terpenuhi sehingga mereka menjadi gelisah, linglung, dan menjauhi segala kesenangan dunia serta larut dalam kesedihan bahkan sampai Majnun menjadi gila karenanya dengan cara mengembara tanpa tujuan pasti.
Tetapi, hal ini tidak akan membuat dia mati, tetapi kegelisahannya membuat dia tidak memenuhi kebutuhan jasmaninya dalam hal makan dan minum yang pemenuhannya bersifat pasti sehingga pada akhirnya menghantarkan dia mati.
Senada dengan Ismail, Abdullah (2002: 43) mengatakan bahwa Allah telah meniupkan ruh sebagai nyawa manusia dan juga memberikan pada diri manusia potensi hidup yang tercermin dalam tiga potensi (khosyiyah), yakni: kebutuhan jasmani, naluri-naluri, dan akal (idrok) yang semuanya telah ada pada setiap yang hidup. Abdullah (2002: 13-17) mengklasifikasikan naluri (gharizah) menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) naluri mempertahankan diri (gharizah baqo’), berupa penampakan takut, senang memiliki, cinta golongan, cinta kekuasaan, cinta kehormatan, dan lain-lain yang menghantarkan pada aktivitas-aktivitas untuk menjaga kelangsungan hidup manusia sebagai individu; 2) naluri seksual (gharizah nau’), berupa rasa lemah lembut, kasih sayang, kecenderungan seksual dan lain-lain yang membuahkan perbuatan yang menjaga keberlangsungan spesies manusia; 3) naluri beragama (gharizah tadayyun), berupa rasa takut akan hari kiamat, cenderung memuliakan orang-orang kuat dan kagum dengan sistem alam dan lain-lain yang membuahkan perbuatan untuk menjaga perasaan (emosi) manusia akan kelemahan dan kebutuhan pada Al khaliq.
Pernyataan tersebut menandakan bahwa manusia makhluk religi dan tidak hanya sekadar beragama karena pada dasarnya beragama tetap ada dalam diri manusia. Sebagaimana pendapat Mangunwijaya (1982: 19) orang yang beragama banyak yang religius dan seharusnya memang demikian. Pernyataan senada juga dalam Ismail (1993: 136) selalu didapati bahwa setiap manusia sebenarnya ”beragama” semenjak Allah SWT menciptakannya dan setiap manusia pasti menyembah sesuatu. Ada yang menyembah matahari, planet-planet, api, berhala, atau menyembah Allah SWT. Oleh karena itu, penulis mengambil teori ini bahwa gharizah tadayyun pasti dimiliki oleh setiap manusia tidak terkecuali oleh Laila, Majnun, dan Sayid. Bentuk pemenuhannya gharizah tadayyun oleh Majnun dengan berdoa kepada Tuhannya.
”Majnun berkata, ”Ya Tuhan! Kepada siapa aku bisa berpaling jika tidak kepadaMu? Venus dan Jupiter tidak lain selain hambaMu, menjalankan perintahMu, sementara Engkaulah yang menciptakan segala sesuatu.”
Bentuk pemenuhan gharizah tadayyun, begitu pula yang di alami oleh Laila dalam suratnya dia mengawalinya dengan berdoa kepada Tuhannya.
”Aku awali surat ini dengan nama sang Raja yang memberikan kehidupan kepada jiwa dan pertolongan kepada hati. IlmuNya meliputi segala sesuatu dan keadilanNya adalah mutlak.”
Bentuk pemenuhan gharizah tadayyun oleh Sayid yaitu dengan berdoa, berpuasa, dan berderma pada saat dia ingin mendapatkan anak.
”Dan demikianlah, sang Sayid selalu berdoa, berpuasa, dan berderma hingga ketika ia baru saja akan menyerah, Tuhan akhirnya mengabulkan permintaannya. Ia dianugerahi seorang anak laki-laki.”
Tidak pernah ditemui pada masa pun atau pada umat dan bangsa mana pun kecuali mereka senantiasa menyembah sesuatu. Oleh karena itu, tidak ada kekuatanpun yang mampu mencabut rasa beragama dalam diri manusia atau menghilangkan usaha taqdis (mensucikan) terhadap Al Kholiq atau mencegah manusia beribadah yang mungkin dilakukan hanya meredamnya untuk sementara waktu. Sebab ibadah adalah perwujudan alami dari rasa beragama yang merupakan salah satu naluri dalam diri manusia.
Dalam menciptakan karya sastra pengarang tidak lepas dari lingkungan masyarakatnya. Sastrawan tidak hidup sendiri, sebagai anggota masyarakat dia juga berintereksi dengan orang lain yang berada disekitarnya. Sastrawan/penyair ialah warga yang memiliki status khusus. Sastrawan/penyair mendapat penghargaan dan pengakuan masyarakat dan mempunyai massa walaupun hanya secara teoritis (Wellek, 1990:109).
Melalui karya sastra, sastrawan/seniman menyampaikan fenomena komplek yang senantiasa terjadi dan mewarnai kehidupan manusia. Sebagaimana menurut Iqbal dalam Hadi (2000: 20) seniman ialah guru yang memiliki tugas menyampaikan dan menyebarkan makna hakiki ajaran Nabi-Nabi. Pokok paling dasar dari ajaran Nabi adalah Tidak Ada Tuhan Selain Allah.
Sebagai konsekuensi seni yang harus mampu mendorong bertambahnya tingkat keimanan kepada pembacanya, sebab iman ialah cara vital menghadapi kehidupan, melengkapi cinta intelektual. Iman bukan sesuatu yang pasif bila dihayati sungguh-sungguh. Ia mampu menjelmakan pribadi yang dinamik dan tindakan-tindakan yang kreatif.
Banyak sekali informasi dan pengetahuan yang dapat digali dari sebuah karya sastra apabila karya sastra itu memiliki kualitas. Melalui karya sastra juga dapat diperoleh informasi atau pemahaman tentang bagaimana kehidupan masyarakat tertentu atau secara umum. Apabila yang kira baca itu setting di wilayah Rusia (Aminudin, 2002: 62-63) maka dapat diketahui bagaimana struktur masyarakat di Rusia. Sebagaima pendapat Teeuw (1988: 153) karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya dari latar belakang struktur sosial tertentu. Dari pernyatan di atas dapat dikaitkan dalam novel Laila Majnun ini bahwa Nizami hendak menyampaikan sebuah kehidupan masyarakat dengan latar belakang struktur sosial di wilayah tertentu yaitu di wilayah jazirah Arab. Munculnya sastra religius merupakan wujud ungkapan penghayatan seseorang terhadap Tuhannya. Dalam konteks sastra religius, pandangan umum mengungkap bahwa yang dinamakan sastra religi ialah sastra yang mengusung lambang-lambang agama, baik itu Islam, Kristen, dan lainnya. Dengan begitu, penyebut beberapa metafor dalam karya itu mengacu pada kekhasan dari sebuah agama.
Dalam novel ini mengambil lambang-lambang dari Islam seperti Ka’bah, Haji, dan juga Allah dan Rasullullah Muhammad. Seperti dalam penggalan kutipan novel di bawah ini.
”.......Dan pada hari pertama di bulan terakhir tahun Hijriah –bulan Haji ia berangkat bersama sebuah kafilah kecil dengan mengendarai unta terbaiknya untuk menuju kota suci Mekkah.” (Nizami 2007: 44). ”........Hatinya yang sebelum begitu berat oleh keputusan seketika menjadi cerah begitu ia memandang Ka’bah yang dikelilingi ribuan jemaah berihram putih bagaikan ngengat-ngengat yang mengerubungi nyala api.” (Nizami 2007:44). ”.....Demi Allah yang Maha Kuasa dan RasulNya, Muhammad, aku berjanji bahwa akau akan berperang bagaikan singauntuk kepentinganmu, bahkan mengorbankan jiwaku jika harus.”(Nizami 2007:80).

PEMBAHASAN
Seperti telah dijelaskan bahwa gharizah tadayyun mengarah pada pembahasan religiusitas yang terdapat dalam novel Laila Majnun karya Nizami.
Dari hasil penelaah data yang sudah ada, penulis mencoba mengungkap unsur-unsur religi dari novel ini dengan menganalisis perwujudan pengakuan manusia terhadap sang Pencipta sebagai Dzat yang Agung dan Kuasa atas segala sesuatu. Oleh karena itu, penulis menelitinya dari wujud hubungan manusia dengan Pencipta yang dialam oleh tokoh Laila, Majnun, dan Sayid.

1. Bentuk religiusitas tokoh Majnun dalam novel Laila Majnun karya Nizami.
Dalam Abdullah (1996:16-17) naluri/gharizah terdiri dari tiga jenis, yakni: 1) gharizah tadayyun yang berarti setiap manusia pasti memliki fitrah untuk mensucikan sesuatu yang dianggap lebih, 2) gharizah nau’ yang berarti naluri seks seperti lemah lembut, kasih sayang, kecenderungan seksual, dan lain-lain, 3) gharizah baqo’, yaitu naluri untuk mempertahankan diri, seperti rasa takut, rasa berani, kikir, dan lain-lain. Dalam hal ini, Majnun tidak bisa mengendalikan nalurinya dan melandaskan hal itu dengan tepat dari hukum-hukum Allah sebagai pencipta dan pengatur ciptaan sehingga manusia dapat berjalan sesuai dengan fitrahnya dan agar tidak terjadi kerusakan ketika manusia melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh sang pengaturnya. Pencipta tidak akan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia di luar fitrah manusia dan Dia pasti akan memberikan untuk kemaslahatan umat manusia.
”Keputusasaannya kini menjadi lebih dalam dari sebelumnya. Tidak ada kata-kata yang dapat menghiburnya; tidak ada satupun yang dapat dilakukan untuk meredakan kepedihannya, sebuah kepedihan yang telah membuat hari-harinya menjadi gelap dan mengubah dirinya menjadi malam tanpa akhir. Ia tidak dapat atau tidur: sepanjang waktu ia akan memukuli wajahnya dengan tangannya sendiri serta mengoyak-ngoyak jubahnya. Majnun menjadi tuna wisma, orang yang terbuang dari negeri kebahagiaan dan menjadi seorang peratap yang abadi di negeri kepedihan.” (Nizami, 2007: 36).
Ketika Majnun memikirkan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah sementara dan kehidupan yang kekal hanyalah di akhirat kelak yang jika di surga ada bidadari yang bermata jeli lagi suci yang tak pernah tersentuh oleh siapapun. Majnun tidak akan melakukan hal itu. Ia menjadi tegar dan menundukkan pandangannya ketika melihat surga dunia seperti seorang wanita.
Tokoh Majnun dalam novel ini mengalami kegelisahan karena naluri dia untuk mencintai dengan lawan jenis tidak terpenuhi. Kegelisahan yang tiada diimbangi dengan keimanan dan ketaqwaan tidak akan menjadi wajar. Karena secara fitrah manusia memiliki naluri baik itu naluri beragama, naluri untuk berkasih sayang baik itu lawan jenis atau kepada orang tua dan saudara. Majnun yang cintanya kepada Laila tak tersampaikan karena adanya halangan orang tua membuat Majnun mengalami kegelisahan yang berkepanjangan hingga tak peduli lagi dengan dirinya sendiri, lingkungan sekitar.
”Laila, akau telah jatuh dan akau tidak lagi memiliki kekuatan untuk bangkit. Datanglah kepadaku, duhai belahan hatiku, gengamlah tanganku. Raih dan sentuhlah aku, karena aku sudah tidak tahan lagi menahan kesepian ini. Aku adalah milikmu. Oleh sebab itu, datang dan bawahlah aku; aku lebih berguna bagimu dalam keadaan hidup daripada bila aku telah mati.” (Nizami, 2007: 39).
Dari segi munculnya dorongan (tuntutan pemuasan), naluri berbeda dengan kebutuhan jasmani. Sebab dorongan kebutuhan jasmani bersifat internal (misalnya, orang ingin makan karena lapar dan ini tidakmemerlukan dorongan dari luar). Sedangkan naluri sesungguhnya yang mendorong atau yang melahirkan suatu perasaan yang menuntut pemenuhan, dapat berupa: pemikiran-pemikiran tentang sesuatu yang dapat mempengaruhi perasaan atau brupa kenyataan yang dapat diindera yang mendorong perasaan untuk memenuhinya. Naluri untuk mengembangkan atau melestarikan jenis misalnya, bisa dirancang karena memikirkan atau melihat seorang wanita cantik segala sesuatu yang berkaitan dengan seks. Apabila rangsangan itu tidak ada, maka naluri pun tidak muncul (Ismail, 1993:134).
”Suatu hari sang guru menerima seorang murid baru, seorang gadis yang cantik. Qais dan murid laki-laki dalam kelas itu seketika jatuh hati pada sang gadis. Nama gadis itu adalah Laila, berasal dari bahasa Arab ”Lail”, yang berarti ”malam”, karena di bawah bayangan rambutnya, wajahnya bersinar bagaikan bulan purnama yang memancarkan keindahan cahaya. Matanya hitam, dalam, dan bersinar-sinar bagaikan mata seekor rusa. Dan dengan sebuah kibasan bulu matanya, ia mampu mengubah seluruh dunia menjadi puing-puing. Mulutnya yang mungil terbuka hanya untuk mengucapkan hal-hal yang indah. ” (Nizami, 2007:16).
Majnun memiliki masalah dalam pemenuhan nalurinya untuk mengembangkan/melesatarikan jenisnya. Laila dan Majnun bertemu dalam sebuah majlis ilmu dimana mereka saling tertarik mulai awal bertemu. Qais (Majnun) bertemu dengan Laila yang merupakan seorang perempuan cantik yang tak seorangpun dapat menolaknya dan tidak terpesona dengan kecantikan dan keelokkan Laila. Laila ialah seorang yang digambarkan sangat perfect dengan rambut yang hitam, wajahnya bersinar bagaikan bulan purnama serta senyuman yang memerah seolah seperti mawar merah yang merekah seolah mawar merah merekah di pipinya. Tak seorang laki-lakipun yang tidak menginginkannya.
Naluri beragama merupakan perasaan membutuhkan kepada sang pencipta yang Maha Kuasa yang mengaturnya tanpa memandang siapa yang dianggap sang pencipta tersebut (Ismail, 1993:135). Hal ini telah dilakukan Qais (Majnun) sebagai manusia juga memilki fitrah untuk beragama. Majnun dalam kegelisahannya dan keterpisahannya dengan Laila masih memiliki naluri beragama yaitu dengan senantiasa menyebutNya. Dalam kegelisahannya, dai mencari siapa yang dapat menolongnya dari ketakberdayaannya. Saat memandang cakrawala, dia bertanya kepada Venus, jupiter, dan planet-planet yang lain tetapi mereka diam tak bisa menolongnya hingga dia sadar bahwa mereka hanyalah makhluk yang sama seperti dia yang tidaka bisa membantunya. Mereka semuanya merupakan ciptaan dan setiap ciptaan pasti ada pencipta sehingga akhirnya dia berdoa kepada Dia yang telah menciptakan makhluk di bumi.
”Kemudian Majnun mengangkat wajahnya ke langit sekali lagi, tapi kali ini tidak untuk memohon kepada bintang-bintang itu. Mereka hanyalah makhluk seperti aku, pikirnya. Dan dimana ada makhluk pasti ada pencipta. jika ciptaan tidak menjawabku, pikirnya, mungkin Penciptanya akan menjawab. Kemudian Majnun berdoa kepada Dia yang telah menciptakan semua makhluk di bumi, dan Dia yang tidak membutuhkan apa pun. Majnun berkata, ”Ya Tuhan! Kepada siapa aku bisa berpaling jika tidak kepadaMu? Venus dan Jupiter tidak lain selain hambaMu, menjalankan perintahMu, sementara Engkaulah yang menciptakan segala sesuatu. PengetahuanMu meliputi segala sesuatu, sementara samudera kasih sayangMu tidak terukur. Semua kekuatan adalah milikMu, dan tidak ada belenggu sekuat apa pun yang tidak dapat Kau hancurkan.
Kau adalah hakim agung, Tuhan yang memelihara dan menjaga semua makhluk. Betapapun besar yang dimiliki seseorang di dunia ini, mereka memilikinya karena Engkau. Kaulah yang menolong mereka yang membutuhkan pertolongan. Kami semua adalah tawanan dalam belenggu, dan tidak ada seorangpun yang dapat menolong kami selain Engkau. Tujuh lapis langit dan semua yang berada di dalamnya adalah milikMu. Semua makhluk betapa pun besarnya ataupun tidak berartinya-tunduk kepada-Mu.” (Nizami, 2007:172).
Bukti pengakuannya Majnun terhadap sang pencipta juga dapat di lihat dari surat cintanya yang dia tulis untuk Laila dengan di awali Doa kepada Tuhan. Sebagai makhluk yang tidak lepas dan membutuhkan dengan sang Penciptanya, Majnun berharap bahwa Tuhan mampu mengembalikan mereka yang berpaling kepadaNya.
”Duhai Tuhan, pengetahuanMu meliputi segala sesuatu: Kau mengetahui apa yang tampak dan apa yang tersembunyi karena kau telah menciptakan bebatuan maupun intan berharga yang terjebak di dalamnya. Milik-Mulah apa-apa yang ada di langit beserta bintang-bintangnya......
Dan kau adalah Dia yang mendengar do’a dari mereka yang membutuhkan ketika mereka berpaling kepadaMu.” (Nizami: 2007: 193).
Segala sesuatu yang ada di alam ini tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengadakan (ibda’) sesuatu dari tidak ada (menjadi ada) baik hal itu dilakukan secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. Ketidakmampuannya menciptakan dan mengadakan sesuatu dari tidak ada, tampak dan dapat diindera. Ini berarti tidak bersifat azali karena sesuatu yang bersifat azali tidak ada pemulaannya harus terhindar dari sifat-sifat tidak mampu (lemah) serta wajib bersifat kuasa untuk menciptakan dan mengadakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. (An-Nabhani, 2003: 28).
”Tuhanku! Kau menciptakanku dari tanah liat, pekat, hitam, dan berat, lalu meniupkan ruh kepadaku dari ruhMu sendiri. Kehidupan berasal dariMu, hanya Kaulah yang mampu menghidupkan mereka yang telah mati.”(Nizami, 2007: 172)
Dalam keterasingannya Majnun sebagai pengembara yang tidak ingin berbaur dengan masyarakat lain dan dalam perjalanannya dia tahu bahwa setiap yang ada di bumi ini hanyalah ciptaan dan ciptaan itu tidak akan terlepas oleh penciptanya. Keagungan dan kebesaran pencipta ia rasakan. Bentuk religiusitas dari Majnun dapat dilihat pula dalam pengakuan Majnun bahwa ia berasal dari Allah yang telah dan menciptakannya dari tanah liat kemudian meniupkan ruh pada saat ia sadar bahwa ayahnya telah tiada untuk pergi kepadaNya.

2. Bentuk religiusitas tokoh Laila dalam hubungannya dengan Pencipta dalam novel Laila Majnun karya Nizami.
Bentuk religiusitas dari tokoh Laila dalam novel ini yaitu ketika dia di paksa oleh sang suaminya untuk memenuhi keinginan suami. Dia bersumpah dengan mengatasnamakan Tuhan dalam sumpahnya itu. Hal ini berarti Laila juga memiliki naluri tadayyun yang mentaqdiskan sesuatu.
”Aku bersumpah, demi Tuhan jika kau mencobanya sekali lagi, Laila menjerit, kau akan menyesalinya seumur hidup! Aku telah berjanji kepada penciptaku bahwa aku tidak akan menyerah kepada keinginanmu. Kau bisa menyembelih leherku dengan pedangmu kalau kau mau, tapi kau tidak bisa mendapatkanku dengan paksaan!” (Nizami, 2007: 127).
Sama halnya dengan Majnun dalam surat cintanya yang dia tulis untuk Laila dengan di awali Doa kepada Tuhan. Sebagai makhluk yang tidak lepas dan membutuhkan dengan sang Penciptanya, Laila berharap bahwa Tuhan akan menyinari hambaNya sehingga dapat meraih keselamatan.
” Aku awali surat ini dengan nama sang Raja yang memberikan kehidupan kepada jiwa dan pertolongan kepada hati. IlmuNya meliputi segala sesuatu dan keadilanNya adalah mutlak. Dia melihat dan mendengar segala sesuatu bahkan doa makhluk-makhluk yang tak dapat berbicara sekalipun....
Dia telah meniupkan ruhNya kepada setiap laki-laki dan perempuan, dan Dia telah menyinari setiap jiwa dengan obor akal pikiran, sehingga seluruh hambaNya dapat meraih keselamatan.” (Nizami, 2007: 185).

3. Bentuk religiusitas tokoh Sayid dalam hubungannya dengan Pencipta dalam novel Laila Majnun karya Nizami
Dari sisi agama sang Sayid dalam permohonannya untuk memperoleh anak kepada sang pencipta yaitu dilakukan dengan doa, berpuasa, dan berderma agar ia dikabulkan untuk mendapatkan anak.
”Dan demikianlah, sang Sayid selalu berdoa, berpuasa, dan berderma hingga ketika ia baru saja akan menyerah, Tuhan akhirnya mengabulkan permintaannya. Ia dianugerahi seorang anak laki-laki.” (Nizami, 2007: 13).
Novel Laila Majnun setting di jazirah Arab yang notabene memiki sejarah tentang islam dan penduduknya mayoritas islam. Saat tahu ketika Qais menjadi gila karena cintanya yang tak sampai penduduk mengusulkan kepada sang sayid (ayah Qais) untuk membawa Majnun ke rumah Tuhan yang paling suci yakni di Ka’bah agar Majnun sadar akan ketaksadarannya hingga dia melupakan dan tak memperdulikan dirinya sendiri, saudara-saudaranya, tetapi ia hanya mengingat Laila, Tuhan yang ia dewa-dewakan.
”Sekali lagi sang Sayid mengadakan rapat yang dihadiri oleh seluruh tetua kabila untuk membicarakan masalah anaknya. Setelah musywarah yang begitu panjang, pikiran mereka yang hadir tertuju kepada Mekkah dan rumah Tuhan yang paling suci, Ka’bah.” (Nnizami, 2007: 43).
Ka’bah sebagai tempat suci untuk beribadah dan merenung bagi umat manusia dan para malaikat; ia adalah alat penghubung langit dan bumi dimana semua manusia meminta pertolongan dan pengampunan Tuhan. Penduduk berharap dengan kasih sayangNya, dia akan menolong kita dan menyembuhkan Majnun dari penyakitnya. Mereka memohon padaNya untuk menyembukanmu dari kegilaanmu. Mintalah belas kasih dari-Nya, agar Dia menganugerahkan pengampunan, dan memandumu kembali kejalan kewarasan dan kebaikan.

KESIMPULAN
Mengacu pada pembahasan analisis data dapat ditarik simpulan religiusitas tokoh dalam novel Laila Majnun karya Nizami yang menggunakan tinjauan gharizah tadayyun Ismail, maka diperoleh kesimpulan bahwa manusia memiliki potensi naluri beragama (gharizah tadayyun) karena sifat fitrah juga manusia adalah makhluk terbatas yang lemah dan membutuhkan sesuatu yang lebih agung darinya. Bentuk pemenuhannya yaitu seperti berdoa kepadaNya, berpuasa, beribadah haji, ataupun berderma yang mengarah untuk mengingat sang PenciptaNya sebagai Dzat Yang Maha Agung. Dia percaya bahwa segala hal yang ada di dunia ini tidak kekal dan merupakan ciptaan sedangkan ciptaan selalu ada pencipta yang bersifat azali.
Tokoh-tokoh dalam novel Laila Majnun (Laila, Majnun, Sayid) menunjukkan kedekatan mereka dengan sang Pencipta dalam mensucikan Tuhannya dengan beragam bentuk pemenuhan naluri beragama mereka. Hal ini menunjukkan naluri beragama sebagai potensi fitrah yang di miliki manusia sselalu ada dalam setiap jiwanya, tetapi pemenuhannya tertuju kepada siapa itulah yang menjadi perbedaannya. Umat Islam mensucikan Allah sebagai Tuhan yang menciptakannya yang bersifat azali (kekal) yang tiada tandingannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Husain Muhammad. 1996. Mafahim Islam. Bangil-JATIM: Al-Izzah
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Hadi, Abdul. 2004. Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas. Yogyakarta: Matahari
Ismail, Muhammad. 1993. Bunga Rampai Pemikiran Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Mangunwijaya, YB. 1982. Sastra dan Religiusitas. Jakarta: Sinar Harapan
Moralia, Tri Natarin. 2004. Religiusitas Tokoh Bodhi dalam Novel Supernova Episode Akar Karya Dewi Lestari. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSI FBS UNESA.
Muawanah, Siti. 2005. Religiusitas dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El shirazy. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSI FBS UNESA
Najid, Moch. Mengenal Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: Unesa Press
Nizami. 2007. Laila Majnun. Bandung; Oase Mata Air.
Ratna, Nyona Khuta. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jumat, 17 April 2009

model-model pembelajarn


Model-model Pembelajaran
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.

Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kjondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.

1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif - nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).

3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dap[at berpikir optimal.

Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri

6. Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

7. Problem Posing
Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.

Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri). Sintaknya adlaha menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.

9. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan engalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi

10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)
Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

11. Reciprocal Learning
Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.

Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membaca-merangkum.

12. SAVI
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

13. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.

Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
  • Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan
  • Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok.
  • Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
  • Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
  • Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.


14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.

15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)
Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

16. TAI (Team Assisted Individualy)
Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab vbelajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.

Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.

17. STAD (Student Teams Achievement Division)
STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.

18. NHT (Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.

19. Jigsaw

Model p[embeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, iformasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

20. TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

21. GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

22. MEA (Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi

23. CPS (Creative Problem Solving)

Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.

24. TTW (Think Talk Write)

Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sinatknya adalah: informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.

25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)
Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.

26. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)
Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)
Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh

28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)
SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan.

29. MID (Meaningful Instructionnal Design)
Model ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep

30. KUASAI
Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui - memahami - menggunakan - memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.

31. CRI (Certainly of Response Index)
CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk certain.

32. DLPS (Double Loop Problem Solving)
DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya masalah tersebut.

Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.

33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)

DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan penutup.

34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi.

35. IOC (Inside Outside Circle)
IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya

36. Tari Bambu
Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui jajaran pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi.

37. Artikulasi
Artikulasi adlah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.

38. Debate
Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola perlu.

39. Role Playing
Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.

40. Talking Stick
Suintak p[embelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

41. Snowball Throwing
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi

42. Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, siswa mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan evaluasi, refleksi.

43. Course Review Horay
Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak, siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

44. Demostration
Pembelajaran ini khusu untuk materi yang memerlukan peragaan media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

45. Explicit Instruction
Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah: sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

46. Scramble
Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.

47. Pair Checks
Siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

48. Make-A Match
Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk badak berikutnya pembelaarn seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

49. Mind Mapping
Pembelajara ni sangat cocok untuk mereviu pengetahuan awal siswa. Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatiu jawababn, presentasi hasuil diskusi kelompok, siswa membuat ksimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi.

50. Examples Non Examples
Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.

51. Picture and Picture
Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

52. Cooperative Script
Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

53. LAPS-Heuristik
Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat tuntunan dalam rangaka solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan.

54. Improve
Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, siswa latian dan bertanya, balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.

55. Generatif
Basi gneratif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi sajiankonsep, aplikasi, ranguman, evaluasi, dan refleksi

56. Circuit Learning
Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan situasi belajar kondusif dan focus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi

57. Complette Sentence
Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintakas: sisapkan blanko isian berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok, LKS dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok melengkapi, presentasi.

58. Concept Sentence
Proseduirnya adalah poenyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tia kelompok membeuat kalimat berdasarkankata kunci, presentasi.

59. Time Token
Model ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara (pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan.

60. Take and Give
Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa - bahan belajar - dan nama yang diberi, informasikan kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi

61. Superitem
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah. Sintaksnya adalah ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat, berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi informasi, integrasi, dan hipotesis.

62. Hibrid
Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori, koperatif-inkuiri-solusi-workshop, virtual workshop menggunakan computer-internet.

63. Treffinger
Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks: keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.

64. Kumon
Pembelajarn dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.

65. Quantum
Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.

Rumus quantum fisika asdalah E = mc2, dengan E = energi yang diartikan sukses, m = massa yaitu potensi diri (akal-rasa-fisik-religi), c = communication, optimalkan komunikasi + dengan aktivitas optimal.

E. Penutup
Kehidupan akan terasa indah apabila ada variasi, sebaliknya akan terasa membosankan jika segalanya monoton tak berubah. Perubahan kea rah perbaikan adalah tuntutan alamiah yang menjadi kebutuhan setiap insane dalam setiap kehidupan.

Manusia telah dibekali akal dan rasa untuk berkreasi, menciptakan inovasi, agar segalanya berubah ke arah yang lebih baik dengan ikhtiar mulai dari diri sendiri. Begitu pulal dalam pembelajaran, penciptaan suasan kondusif perlu dilakukan, karena unsur rasa dalam berpikir selalu turut serta dan tak bisa dipisahkan. Oleh karena itu penciptaan suasana kondusif perlu dilakukan sehingga dalam belajar siswa tidak lagi merasa cemas, tidak lagi takut dalam berpartisipasi, tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban, melainkan memnjadi kesadaran dan kebutuhan, dalam suasana perasaan yang nyaman dan menyenangkan.

Salah satu cara untuk menciptakan suasan yang nyaman dan menyenangkan sert terhndar dari kevbiosanan adalah dengan memahami dan melaksanakan model belajar yang dilakukan siswa, komunikasi positif yang efektif, dan model pembelajaran yang inovatif. Semoga.